“LUPAKAN DIA, INGAT PRINSIP BERKENDARA”




OLEH: DEA AUDIA ELSAID
           
Hanya sehari, jalan ini aku lalui hingga lima kali. Bukan karena tak ada jalan lain, melainkan karena hanya di jalan ini aku bisa melihat dia. Sejak setahun aku sering bolak-balik di jalan ini. Bahkan ke kampuspun aku lebih memilih jalan ini, padahal, jaraknya duakali lipat jauhnya di banding dengan jalan pada umumnya.Yah, kurasa ini yang dikatakan cinta, saat melihat perempuan yang berkerudung itu hatiku bergetar serasa ingin kuungkap dan kumuntahkan seluruh kalimat yang tercipta untuknya.Wajahnya penuh pesona hingga mampu menguasai seluruh hatiku. Ah, bahkan mengingatnya selalu saja membuatku begitu puitis.
Aku tahu persis jam berapa ia bisa kulihat di depan halaman rumahnya. Sekitar pukul tujuh pagi dan empat sore,adalah rutinitas baginya untuk menyiram tanaman.Aku menebak bahwa perempuan itu sangat menyukai tanaman.Sebab, senyumnya kerap merekah saat berhadapan dengan tanaman dan mekarnya bunga flamboyan.Kali ini sengaja kupercepat laju motorku.Ah, mana mungkin aku terlambat ke tempat latihan bila bangun pagi harus dipercepat. Bahkan harus lebih cepat lagi, biar bisa memandangi perempuan itu dari kejauhan.Kali ini aku tetap konsisten untuk melewati rumah perempuan idaman.
Sengaja kupercepat laju kendaraan, hingga akhirnya di depanku ada Trafficlight.Kulihat di jalan seberang masih menyala isyarat hijau, harusnya nyala itu yang kupatuhi untuk menghentikan laju motorku, namun, karena tergesa-gesa, akupun sengaja melaju meski kulihat jalan terlihat padat. Aku sengaja mengambil pola zig-zag, menyelip sana sini, biar bisamelihatnya pada yang waktu tepat.
Hingga selamat akhirnya aku tiba di hadapan sebuah rumah. Biasanya jam segini aku sudah melihat dia, tapi kali ini tak nampak wajah manisnya. Aku kecewa, galau, merana dan sejenis kesedihan lainnya.Hampir tigapuluh menit aku menunggu tapi tidak nampak wujudnya.Akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan tempat ini. Mengingat beberapa jam lagi latihanku akan dimulai.Akupun melajukan kendaraanku dengan normal, kekecewaanku membuat pikiranku kurang fokus.Dimana dia?Apa dia baik-baik saja? apa yang dikerjakannya saat ini. Serentetan tanya menyeret perhatianku. Tiba-tiba ada hal lain yang mengalihkan pikiranku. Di depan sana banyak kendaraan yang berhenti. Kira-kira apa yang terjadi di sana. Apakah mungkin ada kecelakaan lalu lintas.Meski sedikit khawatir aku tetap melanjutkan perjalananku hingga pada akhirnya salah seorang polisi melambaikan tangannya pertanda menyuruhku menghentikan kendaraan. Oh, rupanya keramaian ini karena ada pemeriksaan. Akupun dimintai surat-surat berkendara.Untung saja aku tidak pernah lupa untuk membawanya sekalipun perjalananku terburu-buru.Akupun dibebaskan dan dibiarkan berlalu sementara beberapa pengendara lainnya sedang berdiri di tepi jalan. Entah apa tujuannya, menunggu momen tepat untuk negosiasi dan menyogok polisi, atau menunggu jemputan karena motor yang dicurigai sebagai hasil curian harus disita sementara waktu.
Tadinya memang sempat kupikir tentang keramaian tadi, tapi syukurlah bukan hal-hal yang tak baik bagi keselamatan orang lain dan syukurnya lagi karena aku tidak lupa membawa surat-surat yang diminta polisi.Memang aku selalu khawatir saat mengetahui ada kecelakaan lalu lintas, sebab, temanku sudah menjadi korban tabrakan. Memang pelakunya sudah dikenakan hukuman, tapi sayangnya hal itu tidak akan mengembalikan nyawa temanku yang sudah tiada.
                                                            ***
Akutiba di lapangan Pemuda tepat pada waktunya, aku melihat teman-teman mulai berbaris untuk  memulaipemanasan sebelum latihan bola sore ini.
“Yudi…..!!!” teriak Amri memanggilku dari barisan. Akupun menghampirinya sekaligus untuk ikut baris.
“Tumben bukan kamu yang menjadi penghuni pertama di sini.” Sambung Amri.
“Iya, tadi ada sedikit kejadian di jalan.”
“Kejadian apa?Kamu sudah tahu siapa perempuan idamanmu?”
“Ah, jangankan berkenalan dengannya.Bertemu dengannya pun hari ini aku tak sempat.”
“Mengapa kamu tidak beranikan diri untuk mendatangi rumahnya?”
“Pernah sekali, tapi bapaknya itu super horror, kumisnya tebal, tinggi, berkulit hitam, dan matanya sering belotot. Itu yang kusaksikan, saat berpura-pura cari alamat pak Haji Said, heheeheee.”
“Jangan sampai itu suaminya bukan bapaknya. Hahaha…”
“Tidaaaaaaaaak....” Tiba-tiba teriakanku membuat teman-teman yang lain melirikku. Tapi, untung saja pelatih belum datang.
Setelah pemanasan berakhir, pas pada waktunya latihan dimulai. Hingga sekitar dua jam aku berlatih. Setelahnya aku dan Amri bergegas menuju kantinbelakang.Semangkuk soto dan segelas teh habis kulahab, lalu duduk sejenak membuang lelah dan mengisi cerita.
“Tadi aku kebut-kebutan di jalan, gara-gara mau lihat perempuan itu.Aku labrak pula lampu lalu lintas.”
“Aduhai, cinta memang membuatmu gila.”
“Tapi, tadi ada polisi yang razia di jalan.Awalnya kupikir ada kecelakaan, hingga perasaanku terhujam rasa khawatir.Rupanya pemeriksaan polisi yang buat kendaraan ramai-ramaiterhenti.Tapi, syukur aku selamat.”
“Eh, Rusli tetanggaku bercerita kisah pedihnya tentang pelanggaran lalu lintas. Konon, Rusli memakai helm yang sudah lulus standar nasional Indonesia. Hingga hal itu yang membuatnya merasa aman.Dengan penuh semangat, Rusli punugal-ugalan.Walhasil, satu kejadian menimpanya sore kemarin.Dia kecelakaan,syukurlah karena memakai helm kepalanya tak mengalami luka.Namun,hanya tubuhnya yang mengalami cedera.”
“Jadi, maksudnya helm juga harus di buat bukan hanya untuk kepala, tapi untuk seluruh tubuh juga yah?”
“Hahaha…. ada-ada saja kamu.”
Memang aku sedikit merasa takut dengan kejadian yang sepert itu.Setelah temanku mengalami kecelakaan hingga meregang nyawa, hal itulah yang membuatku setiap pagi saat hendak berangkat menuju kampus.Hal yang menjadi rutinitas kulakukan adalah memeriksa kondisi kendaraan, mulai dari rem, ban, lampu besar atau lampu isyarat, hingga kaca spion. Hal tersebut rajin kulakukan sebab sebuah pengalaman  telah berperan penting mempengaruhiku.Meskipun ada rasa bersalah saat tadi harus balap-balapan karena seorang perempuan yang tak kukenali itu.Setidaknya aku harus sadar bahwa cinta itu tidak pernah merugikan. Jika mungkin dia adalah jodohku, Tuhan pasti akan mempertemukan kami.Sungguh, saat di dekat Amripun perasaanku selalu puitis karena perempuan itu.
“Besok ada seminar tentang lalu lintas.Kamu mau ikutkan?”Tanyaku pada Amri yang masih duduk di sisi kananku.
“Free kan?”
“Tentunya!”
                                                                        ***
Detik menitpun berganti.Malam berlalu dan kembali menjemput pagi. Hari ini aku akan ke kampus setelah itu akan berangkat ke seminar lalu lintas. Kali ini, aku akan berbeda dari yang kemarin. Aku akan memilih jalan yang lebih dekat ketimbang memilih yang jauh dengan alasan menemui perempuan itu.Akupun selalu mencoba mengendalikan diri dalam berkendara.Mematuhi peraturan lalu lintas demi keselamatan bersama.
Di tengah jalan ada yang membuat mataku membelalak dan jantungku bergetar saat kulihat seorang berdiri di depan tokobuku. Sisi manusiaku pun menghentikan kendaraanku. Kali ini tidak akan kusia-siakan kesempatan emas ini. Akupun menghampirinya.
“Pak, maaf numpang tanya bengkel dekat sini tahu tidak pak?” Tanyaku beralasan tidak benar.
“Sepertinya di ujung jalan sana ada dik.”Jawabnya ramah.
“Sepertinya saya pernah melihat bapak.Oh, iya saya pernah salah alamat.”
“Yang mana yah?”Dahinya berkerut mencoba mengingat kejadian yang kumaksud.
“Iya pak, aku pernah salah alamat.Kiranya anaknya bapak ini adalah temanku.Sebab aku pernah melihatnya masuk ke rumah bapak beberapa waktu lalu, yah meskipun hanya melihat punggungnya rupanya salah.Aku kira dia Saras, anak sulung Haji Said, rupanya bukan.Maaf yah, memang namanya siapa?” Dengan kesempatan ini aku banyak bercerita hingga bisa kutanyakan siapa nama perempuan yang selama setahun membuatku terpesona. Akupun mengulurkan tanganku untuk berkenalan dengannya.
“Andin.”Jawabnya singkat namun menggetarkan seluruh isi hatiku. Ah, aku benar-benar runtuh melihat tatapannya.Akupun tersenyum-senyum di hadapnya.Terasa dadaku bergetar kencang karena kebahagiaan.
“Dia bukan anak saya, tapi dia istri saya dik.”Seketika halilintar seperti menyambar tubuhku.Belum kurasa perasaan saat nyawa dicabut dari ubun-ubun.Tapi, yang kutahu aku seperti dimatikan oleh kalimat itu.Tuhan, ini mimpi.Setahun lamanya aku mengintai istri orang? Oh, dosa apa yang kulakukan. Tapi tidak! mana mungkin laki-laki yang kulihat terlihat berusia 45 tahun ini memiliki istri yang begitu muda. Ah mungkin saja iya! Apa mungkin ini istri mudanya alias istri kedua atau ketiga? Jika jawabannya iya, maka sungguh aku sedih dengan itu.Apa mungkin ini hanya sekadar lelucon? Tapi sungguh sama sekali tak ada lucunya.Agar tak ada kecurigaan, akupun pamit dengan ekspresi yang kuusahakan tetap tenang dan santai.Setelah meminta maaf, aku meninggalkan mereka.
Aku telah tahu nama perempuan itu. Dan cukup itu, tidakakan kucari tahu lagi tentangnya.Aku tersenyum melanjutkan perjalananku.Seperti hatiku menertawakan kekonyolanku selama ini. Ya! bersama keyakinan teguh yang akan kusimpan teguh: Andin pasti belum menikah.
                                                                        ***
Tepat pukul 3menjelang sore, setelah mata kuliahku selesai, aku bergegas menuju tempat seminar. Kurang lebih 20 Kilometer jarak yang harus kutempuh bersama lima orang teman sekelas. Dalam setengah perjalanan, seketika Amri panik karena mesin motornya mati tiba-tiba. Tak ada yang berinisiasi agar motor Amri dapat kembali menyala, Rio yang kubonceng hanya menggeleng, pengetahuanku tentang motor juga terbilang kurang, tapi hal pertama langsung kuingat adalah bahan bakar.
“Amri, coba buka sadel motor!”
“Kenapa, apa hubungannya?”
“Buka saja, seperangkat speedometermu kan sudah rusak. Coba lihat bensin motormu.”
“Astaga! iya Yud kamu benar, bensinku habis” kejut Amri.
“Makanya, pakai motor Honda yang spare partnya kuat dan irit bensin. Hehee Ya udah, ayo kita ke SPBU.”
Amri hanya tersenyum, sembari mendorong motor menuju SPBU yang tak jauh lagi.
                                                                        ***
Setelah persoalan Amri usai, perjalanan kami lanjutkan. Karena waktu menjelaskan kami akan terlambat, kami bertiga pun berkendara dengan kecepatan cukup tinggi. Ruang jalan yang masih leluasa mendukung kami untuk tetap melaju. Namun, tak lama kami melaju,kini, giliranku yang menghambat perjalanan: motorku terserempet oleh mobil mini bus di depanku yang tiba-tiba mengambil lajur kiri jalan. Beruntung aku tak jatuh, aku masih sanggup menjaga keseimbangan.Tetapi, mobil yang menyerempet telah kehilangan kendali, ia menabrak trotoar jalan. Bagian depan sisi kiri mobil pun rusak karenanya, sedangkan pintu belakang bagian kiri juga ikut rusak karenaku.
Aku singgah untuk memastikan keselamatan pengendara mobil. Tak lama, ia keluar untuk memastikan kondisi mobilnya, lalu mendatangiku dan memuntahkan amarah di hadapanku:
“Kamu ini bagaimana mengemudi motor? tahu tidak, kalau kamu tak menyalakan lampu utama di siang hari akan membahayakan pengemudi lain? lihat itu, mobilku jadi penyok!”
Aku hanya diam, termangu dan merasa malu atas kesalahanku. Sementara dia masih terlihat pangling dalam keadaannya, mondar mandir di hadapanku dan memperaga gaya yang seolah memojokkanku. Aku masih diam, tak melontar pembelaan. Syahdan, Rio angkat bicara:
“Maaf pak, kami memang bersalah. Tapi, saya sempat lihat bapak menggunakan handphone, mungkin itu sebabnya bapak kehilangan konsentrasi dan tidak sempat perhatikan kami”.
“Memangnya saya tidak bisa membagi konsentrasi, kalau lampumu menyala kan bisa menjadi tanda”.
“Iya pak, tapi, mungkin jadinya juga tak separah ini kalau bapak hanya fokus mengemudi”. tanggap Rio bernada persuasif.
“Tapi, tapi, tapi... sudahlah! Sana kalian pergi. Lain kali nyalakan lampu di siang hari”.
“Iya pak, terima kasih. Tapi, lain kali bapak juga jangan menggunakan Handphone saat mengemudi”.
                                                                        ***
Peristiwa lalulintas yang kedua pelakunya sama-sama bersalah telah usai. Kami pun segera melanjut perjalanan, tentu dengan mulai menyalakan lampu utama. Lima belas menit perjalanan membawa saya dan teman-teman sampai di tempat seminar. Ternyata, seminar telah berlangsung sekitar sepertiga jam lalu, kata si gadis panitia pelaksana yang serupa paras Andin.
Aku, Rio, Amri, Pedro, Ros, dan Simon bergegas masuk mengisi kursi yang masih kosong. Kami saling berpisah mengisi kosongnya kursi yang terpisah. Aku pilih kursi paling kiri bagian paling belakang. Duduk, lalu menyimak penjelasan narasumber. Entah mengapa pikiranku tak mampu paham seutuh penjelasan di atas, mungkin karena setengahnya terganggu bayang si gadis mirip Andin.
Dua jam kurang lebih, pikiranku hanya berbolak-balik dari Andin menuju seminar lalu lintas. Sesekali mengingat peristiwa kecelakan yang baru kualami, hingga tak terasa waktu pukul setengah enam tiba. Tanda seminar segera usai. Aku pun langsung keluar mencari panitia itu, menoleh ke kiri dan kanan. Nampak dari jauh ia menuju parkiran, kusambangi ia dan spontan aku teriak :
“Andin, Andin...!!!”
Ia hanya melanjut jalannya, tak menoleh barang sedetikpun. kuulangi lagi, tetap ia tak merasa sebagai Andin. Sudahlah! pikirku. Jangan terlalu larut padanya, tukasku pada diri. Jangan sampai keburukan ini menyirnakan pelajaran penting dalam seminar. Ya! meski terbayang dia saat menyimak materi seminar, aku tetap bersyukur dapat informasi penting yang berkesimpulan :
Penggunaan helm dan kelengkapan motor bukan sekadar menjadi persyaratan untuk lolos melewati pemeriksaan aparat keamanan yang sedang patroli di jalan. Semuanya menjadi wajib bukan karena persoalan trend, melainkan instrumen kendaraan yang berpengaruh positif bagi keamanan dalam berkendara.Keselamatan lalu lintas bertujuan untuk menurunkantingkat kecelakan, khususnya yang merenggut nyawa. Banyak informasi yang melansir, bahwa jumlah korban kecelakaan lalu lintas jauh lebih tinggi dari kecelakaan transportasi laut, kereta api dan udara.Bahkan, korban lakalantas sebagai penyebab kematian ke tiga di dunia setelah jantung dan HIV/ AIDS.
Dari kesimpulan sederhanaku, Akubisa membangun sebuah prinsip dalam berkendara, yaitu, melengkapi seluruh komponen onderdil motor adalah keharusan, dan tak ada baiknya jika melakukan pelanggaran, apalagi jika harus balap-balapan seperti menganggap diri memiliki kesempatan hidup seribu kali.

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’
#SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Hoda Motor dan Nulisbuku.com

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer