Membaca Karya Tere Liye "Selamat Tinggal"


Pertama kali lihat cover nya, isi kepala langsung menduga kalau buku ini tentang sebuah perpisahan antara diri satu dengan diri yang lainnya. Nyatanya, selamat tinggal yang dimaksud Tere Liye adalah selamat tinggal pada hal yang melekat pada diri, pada keburukan, kebohongan, kecurangan dan selamat tinggal pada diri yang senang membeli buku bajakan (yang tanpa sadar telah mencuri hak penulis). 


Toko utama dalam tulisan ini adalah Sintong Tinggal, seorang mahasiswa Fakultas Sastra yang paling cemerlang. Cerpen, Esai, artikel, resensi selalu dimuat di koran nasional. Sintong juga menang banyak lomba dan diundang dalam acara-acara sastra terkemuka. Hingga membut dosennya malu karena mampu mendebat materi kuliah. Sintong adalah gambaran mahasiswa yang bukan asal kuliah, diterima di kampus besar lalu mendapat gelar dan punya mimpi untuk memperkaya diri sendiri. Tapi, Sintong adalah mahasiswa yang punya gairah, marwah seorang penulis.


Tapi itu hanya bertahan pada tahun pertama dan keduanya di kampus. Hal tersebut terjadi karena seorang perempuan bernama Mawar Terang Bintang. 


Hal 23-24 Setelah menjadi mahasiswa terlama, Dekan memanggilnya dan bertanya "Apakah Sintong akan berkata karena kesibukannya sebagai aktivis sehingga skripsinya tidak kelar-kelar? Tapi itu sudah dia pakai sebagai alasan enam bulan lalu. Juga masalah keluarga, bilang Ompung Doli kena tetanus, Ompung Boru kena diare berbulan-bulan. Atau sedang patah hati, jadilah skripsinya menggantung seperti hatinya. Simpan alasanmu Sintong. Saya tahu tidak ada mahasiswa yang naksir kamu di sini. Lagi pula, justeru banyak pujangga yang produktif gara-gara patah hati. bukan sebaliknya." 


Kesekian kali Sintong di Panggil Dekan untuk membicarakan nasib studinya yang menggelantung hingga bertahun-tahun. Akhirnya Dekan memberi kesempatan pada Sintong, melihat bahwa dia adalah seorang mahasiswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Sintong berjanji akan menyelesaikan skripsi dan mengganti topik penelitiannya dengan menganalisis sebuah karya fenomenal yang ditemukannya di bawah tumpukan buku di Pasar Senen. Karya yang mungkin di tulis pada Tahun 1960 an, zaman revolusi. Mendengar kabar tersebut membuat Dekan semangat dan penuh suka cita mendukung Sintong dengan risetnya, hal tersebut ditengarai bahwa riset ini akan mengangkat nama Fakultas.


Akhirnya Sintong mencari jejak-jejak Seorang penulis yang dilupakan dunia literasi nasional. Sosok penulis dengan karya yang melampaui zamannya. Dia netral, dia mengkritisi pihak manapun. (Hal 92) menyebutkan bahwa banyak yang menilai dia bagian dari kelompok lain, sementara kelompok lain menilai dia bagian dari kelompok lain lagi. Hanya orang yang mafhum dengan tulisannya lah yang mengatakan bahwa dia berdiri di tengah, tanpa memihak. Dia adalah Sutan Pane. 


Kembali bahasan tentang Identitas Sintong, dia sebenarnya anak yang cerdas. Hanya saja selain Mawar Terang Bulan yang membuat langkah kakinya melambat, ia terjebak dengan Paklik Maman yang menyuruhnya untuk menjaga toko buku bajakannya. 

Ada beberapa percakapan yang mengundang gelak tawa di buku ini, satu kusebutkan: Hari itu seseorang pembeli mencari buku Pramoedya, dengan entengnya Sintong mengatakan "Pram itu penulis legendaris. Buku-bukunya harus dibaca mahasiswa. Dia pantas mendapat penghargaan tinggi." Lalu pembeli yang bernama Bunga menimpali "Kalau Pram pantas mendapatkan penghargaan tinggi, kenapa kamu menjual buku bajakannya?" Pertanyaan skakmat. 


Di dalam buku ini banyak sekali sindiran halus, bukan hanya tentang buku bajakan melainkan produk-produk KW lainnya. Setelah membaca buku ini, saya mencari referensi pendapat agama tentang hal ini. Rupanya benar:


“Tidak boleh seseorang memanfaatkan kepemilikian orang lain tanpa izinnya.” (Lihat Ad Durul Mukhtaar fii Syarh Tanwirul Abshor pada Kitab Ghoshob, oleh ‘Alaud-din Al Hashkafiy)


“Tidak halal harta seseorang kecuali dengan ridha pemiliknya.” (HR. Ahmad 5: 72. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa hadits tersebut shahih lighoirihi)


Terkait perdagangan produk atau barang palsu atau yang juga dikenal dengan barang “KW” negara juga sudah mengatur dalam Pasal 90 – Pasal 94 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (“UU Merek”) diatur mengenai tindak pidana terkait merek. 

Jadi sebenarnya sudah ada aturan. 


Ohiya pada akhirnya satu buku Sutan Pane yang telah diterbitkan, juga buku dari skripsi berada di genggaman Sintong. Perjalanannya dalam mengarungi kehidupan antara mempertahankan idealisme atau menghadapi realita kehidupan berbuah manis. Dia memilih jalan pulang sebagai manusia yang telah di tempa ilmu, bertahun-tahun terjebak dalam jual-beli buku bajakan tidak lantas membuatnya terbuai dengan rupiah. Semua pelan-pelan ia hentikan.


Walau Sutan Pane secara raga telah tiada, tapi karyanya hidup menemani perubahan Sintong. Dengan itu, bersama catatan-catatan Sutan Pane 1965 yang berjudul "Selamat Tinggal." Berikut kutipan paragraf yang terangkum di halaman terakhir buku ini:

"Kita tidak pernah sempurna. Kita mungkin punya keburukan, melakukan kesalahan, bahkn berbuat jahat kepada orang lain. Tapi beruntunglah yang mau berubah. Berjanji tidak melakukannya lagi, memperbaikinya, dan menebus kesalahan tersebut. Berani mengucapkan "Selamat Tinggal." ucapkanlah "Selamat Tinggal" kepada sifat membantah pada kebenaran, kepada selalu berkata tidak pada kejujuran, serta suka sekali berseru tapi, tapi dan tapi. Kita bisa memperbaiki semuanya. Bagaimana memulainya? Mulailah mengucapkan kalimat itu kepada diri kita. "Selamat tinggal pada masa lalu, semua kebodohan dan ketidak pedulian itu. Dan "Selamat Datang" revolusi. 


Terima kasih Tere Liye dan semua penulis yang mentransfer energi positif kepada kami para pembaca. 





Komentar

Postingan Populer